Yuk, Pahami soal Laporan Keuangan dan Pajak untuk UMKM!
Setiap pelaku UMKM yang ingin bisnisnya berjalan lancar, tentunya perlu mengelola pembukuan keuangan dengan baik, yaitu dengan membuat laporan keuangan UMKM secara benar.
Laporan keuangan menjadi sumber informasi yang penting bagi suatu usaha, karena dalam laporan itu kita dapat melihat kondisi keuangan usaha tersebut, terutama dari segi pemasukan maupun pengeluaran. Informasi dalam laporan keuangan juga mencerminkan kinerja suatu usaha, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan.
Pada intinya, laporan keuangan UMKM yang lengkap terdiri dari neraca, laporan arus kas (cash flow), laporan laba rugi (profit and loss), dan neraca (balance sheet). Kita bahas secara singkat satu per satu ya.
Komponen laporan keuangan UMKM
Arus Kas mencatat keluar masuknya uang dalam suatu periode. Berisi catatan pemasukan dan pengeluaran, arus kas ini penting untuk menganalisis suatu usaha dan menjadi acuan untuk membuat laporan lainnya.
Laba-Rugi berisi laporan pendapatan dikurangi dengan berbagai biaya, sehingga dapat dihitung apakah usaha kamu untung atau rugi. Catatan laba rugi ini juga dibuat berdasarkan catatan arus kas.
Neraca merupakan catatan untuk mengetahui nilai usaha kamu dari waktu ke waktu. Saat usaha baru dimulai, neraca terdiri dari modal awal dan hutang, serta aset yang diperoleh dari belanja modal tersebut. Seiring waktu, aset bisa bertambah, bisa pula muncul hutang piutang.
Aplikasi BukuKas bisa membantu UMKM menyusun laporan keuangan secara praktis, terorganisir, akurat dan gratis.
Selain untuk mengelola keuangan dengan benar, laporan keuangan yang baik juga akan memudahkan kamu dalam melakukan penghitungan jumlah pajak yang harus dibayarkan berdasarkan aturan pajak bagi UMKM.
Baca juga :
Pajak yang wajib dibayarkan oleh UMKM
Sebagai pelaku UMKM sekaligus warga negara yang baik, kamu wajib melakukan pembayaran dan pelaporan pajak sesuai aturan yang berlaku dan secara tepat waktu.
Untuk pelaku UMKM, pada saat kamu mendaftarkan usahamu di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat usahamu berdomisili, maka kamu akan mendapatkan SKT atau Surat Keterangan Terdaftar, yang berisi ketentuan mengenai pajak apa saja yang harus kamu bayarkan. Jenis dan besaran pajak ini tergantung pada jenis transaksi yang kamu lakukan dan jumlah omzet usahamu dalam setahun. Pajak yang harus dibayarkan UMKM setidaknya adalah pajak berikut:
- PPh Pasal 4 Ayat 2 atau disebut juga PPh Final (jika ada sewa gedung atau kantor), jasa konstruksi, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto.
- PPh Pasal 21 (jika memiliki pegawai)
- PPH Pasal 23 (jika ada transaksi pembelian jasa)
Mengenai PPh final, sejak Juli 2018 pemerintah menurunkan tarifnya dari 1% menjadi 0.5% bagi para pelaku UMKM di seluruh Indonesia, dengan tujuan untuk mendukung pertumbuhan sektor UMKM yang berperan besar bagi perekonomian negara.
Dengan memangkas tarif pajak tersebut, diharapkan UMKM dapat menjaga arus kasnya sehingga dapat digunakan untuk tambahan modal usaha. Selain itu, peraturan ini diberlakukan untuk meningkatkan kepatuhan para pelaku UMKM dalam membayar pajak, agar pajak tidak lagi dianggap sebagai momok.
Tarif pajak 0.5% ini hanya berlaku bagi:
- UMKM yang memiliki peredaran bruto (omzet) tidak lebih dari Rp4.8 miliar dalam satu tahun pajak, antara lain usaha dagang, industri jasa, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung atau rumah makan, salon, dan usaha lainnya.
- Berlaku untuk UMKM konvensional (offline) maupun yang berjualan secara online di marketplace dan media sosial.
Perhitungan PPh Final 0.5% untuk UMKM
Menghitung besaran pajak UMKM tidak sulit kok, hanya tinggal menjumlahkan omzet dalam sebulan, lalu dikalikan dengan tarif 0.5%. Wajib dibayarkan tanggal 15 setiap bulan berikutnya.
Demikian pula dengan Wajib Pajak UMKM yang baru mendaftar Juli 2018, dan setelahnya 0.5% bisa langsung dikenakan tarif 0.5% untuk omzetnya.